-->

10+ Kumpulan Puisi Sosial Kemanusiaan Penuh Makna

    Puisi merupakan cara seseorang untuk mengungkapkan isi hatinya. Sobat poemers, kali ini kami akan memberikan kumpulan puisi sosial tentang kemanusiaan yang berhasil kami kumpulkan. Puisi tidak selalu soal puisi cinta, puisi ibu, atau puisi tentang alam dan lingkungan. Tapi puisi bisa juga sebagai ungkapan rasa resah terhadap kehidupan sosial suatu masyarakat

    Puisi Sosial Kemanusiaan

    1. Tirai Kehidupan 

    Puisi Sosial Kemanusiaan


    Harkat martabat terpilah-pilah 
    Harta dan pangkat ukuran derajat
    Kaya dan miskin jadi penghalang
    Kemiskinan merupakan tembok penghadang

    Yang kaya makin kaya 
    Yang miskin makin miskin 
    Tak akan seiring-sejalan
    Tak pernah bisa se-iya sekata

    Tak ada guna tak ada nilainya
    Kemiskinan dipandang sebelah mata
    Ucapan kata menerima 
    Penolakan hati penuh hina

    Tuan siapa ?
    Hamba siapa ?
    Kasta Berbicara
    Kebahagiaan dinilai hanya dengan harta

    Hamba sadar tempat hamba dimana 
    Tuan boleh bangga karena tuan banyak harta
    Tuan boleh bangga karena didalam tahta
    Semua itu tidak artinya ketika ajal menerpa

    2. Pedati Tua 

    Terseok-seok langkah wajah keriputnya
    Tertunduk lemas menahan beban
    Tumpukkan kilo terpanggul 
    Hujan keringat basahi badan

    Tua raga jiwa muda
    Semangat kekar mencari nafkah 
    Pegal tulang tiada rasa 
    Lapar dahaga terbiasa

    Secangkir kopi jadi penghangat 
    Sebatang rokok kepulkan asap
    Rintik hujan tak jadi penghalang
    Kepalkan tangan mengangkat barang 

    Kesana-kemari mengais rezeki
    Kuatkan badan tawarkan jasa
    Membawa segenggam koin pelipur lara

    3. Wong Cilik 

    Nafas kami terengah
    Jerit kami tertahan
    Jiwa kami meronta 
    Batin kami menangis

    Para pedasi disegani 
    Pejalan kaki dicaci
    Kekayaan bebas membungkam 
    Kebenaran hilang diabaikan

    Para terhormat urus surat dipercepat
    Kalangan melarat diperlambat 
    Bukan pelayanan masyarakat
    Tapi pengabdian buat pejabat

    Ratusan amplop terkantongi 
    Puluhan keluhan menumpuk
    Nasib wong cilik tak peduli
    Ribuan tenda digusuri

    Lagi-lagi wong cilik harus tercekik 
    Tangan penguasa kian menggila
    Peraturan daerah kian merambah 
    Wong cilik jadi sasaran panah 

    Kami berdiri di bumi pertiwi 
    Bukan untuk dihina dan di injak 
    Kami pertahankan negeri ini 
    Dari serakah penjajah hati rakyat

    Kemana kami harus salurkan aspirasi ?
    Dimana kami dapatkan keadilan sejati ?
    Bukan janji-janji yang kami nanti 
    Tapi keadilan yang kami cari 

    Wahai penguasa negeri 
    Dengarkanlah jeritan kami...!


    4. Tenun Hati 

    Merajut kasih warnai jiwa 
    Menyatu didalam hati 
    Terlukis dalam sanubari 

    Benang-benang asmara
    Kuatkan pintalan cinta
    Nyanyian janji hiasi hati 

    Saling memberi 
    Saling memiliki 
    Takkan pernah saling khianati
    Itulah tenun hati nan suci


    5. Jalan Gelap 

    Perjalanan hidup ini 
    Terasa begitu memilukan hati
    Tersayat-sayat, tersendat-sendat

    Kerikil kehidupan menghadang 
    Hujan derita tak pernah reda
    Tak pernah minta lahir berlumur derita 

    Tak pernah hendaki hidup seperti ini
    Kehendak Sang Pencipta 
    Harus tetap dijalani 

    Walau puing-puing derita 
    Selalu menutupi mata 
    Gelap nan hampa 
    Tak pernah tau arah tujuan 

    Arus derita selalu terbawa
    Berlabuh ke dermaga nestapa 
    Pelabuhan hati terasa sunyi 
    Mengharap seberkas kasih cahaya Illahi


    6. Telanjang Iman 

    Modernisasi peracun hati 
    Pakaian mahal menghumbar janji
    Hiasi cemara-cemara gaya hidup mapan
    Dengan burung-burung mode kehidupan

    Tanah kubur menanti tangis 
    Kaum hawa tanggalkan pakaian iman 
    Bukan penutup yang dikenakan 
    Tapi tren mode ia banggakan

    Senyum mulus di pamerkan 
    Kesana-kemari memasang aksi 
    Belahan dada tak asing lagi di hati 
    Operasi plastik pun dinanti-nanti

    Rambut merah hiasi bibir gincu sepanjang hari
    Tebar senyuman tawarkan obsesi diri
    Penyesalan tak terasa di hati, dan kubur pun siap  menanti

    7. Tanah Waris Menangis 

    Kupersembahkan padamu 
    Sesuatu yang tak berharga bagimu
    Kutinggalkan sesuatu 
    Secuil harta keringatku 

    Bongkahan tanah merah terkelupas 
    Melepas kepergianku dengan ikhlas 
    Kuburku menantiku
    Dalam balutan doa dan bacaan ayat-ayat suci 

    Kutinggalkan pesan 
    Walau tak berkesan
    Taburan bunga kini telah tiada
    Kiriman doa kini telah lupa 


    Sejengkal tanah kini diperjual belikan
    Bukannya mengenang hari kematian 
    Hanya sibuk pikirkan harta warisan

    8. Negeriku 

    village
    Dulu kau begitu damai
    Aman tentram tak ada demonstran 
    Negeri yang penuh dengan kekayaan 
    Negeri gemah ripah loh jinawi

    Bersatu teguh 
    Propinsi utuh 
    Kini semangat negeri telah runtuh 
    Luluh lantah diterjang badai politik 

    Gempa negeri kian kisruh 
    Bendera partai bikin rusuh 
    Suara pisah terdengar dimana-mana 
    Rakyat dengan aparat saling angkat senjata

    Negeriku kini tersimpuh malu 
    Negeriku kini telah gersang 
    Ribuan nyawa terbang melayang 

    Oh Tuhan...
    Apa salah negeriku ini 
    Kami rindu kedamaian 

    Bangkitlah tanah airku 
    Bangkitlah negeriku 
    Bangkitlah Indonesiaku

    9. Malaikat Tak Bersayap 

    Kekurangan harta tidak membuatnya hina
    Nampak perkasa ragamu 
    Saat kau ulurkan tangan mutiara kasih 
    Nampak begitu mulia hatimu

    Gubuk reot tempat tinggalmu 
    Istana surga rumahmu 
    Cacat wujud tubuhmu 
    Begitu sempurna nalurimu

    Sesuap nasi rela kau bagi 
    Dahaga rasa tetap kau beri 
    Tertatih-tatih kau berlari
    Angkat tangan menggandeng pedati 

    Kau membantu tanpa berharap 
    Sanubarimu begitu tulus nan suci 
    Kau malaikat penolong 
    Uluran tangan penuh arti dalam sanubari

    10. Tuna Dada 

    Hartamu melimpah ruah 
    Mobil mewah dan rumah megah
    Kau sebar perusahaan bonafit
    Kau tebar bangga sifat pelit 

    Kau buka cabang disekeliling kota
    Kau tutup mata derita sekitarmu
    Ratusan dollar kau hamburkan 
    Recehan rupiah tak kau sedekahkan 

    Kau kaya harta
    Tapi miskin hati

    Puisi Sosial Politik

    1. Pancasila Berontak 

    Pancasila jadi dasar pasar 
    Investasi pengusaha berbicara 
    Pancasila jadi landasan otoriter 
    Penguasa tunduk santun bagi sang pengusaha 

    Rakyat kian terluka 
    Sila-sila Pancasila hanyalah sebuah nama 
    Bhineka tunggal ika mulai punah tak bernyawa 

    Mall ada dimana-mana 
    Pedagang kecil dirundung duka 

    Lagu Pancasila hampir tak terdengar 
    Nyanyian para cukong terdengar samar
    Semangat 45 sudah memudar 
    Ider reformarsi tinggalah janji-janji

    2. Garuda Tinggal Nama  


    Tuhan diabaikan 
    Penguasa terus berkuasa 
    Kehadiran Tuhan disepelekan 
    Segala cara dihalalkan 

    Kemanusiaan hanyalah topeng belaka
    Mencari mangsa menangkan suara 
    Gempita demokrasi menghumbar janji 
    Ketika rakyat butuh nasi justru mereka dikeramasi

    Persatuan kian renggang 
    Perang saudara dimana-mana 
    Baku hantam tak terhindarkan 
    Rakyat dan aparat yang menjadi korban 

    Rakyat tak lagi digubris 
    Wakil berdasi sibuk mengejar kursi 
    Nyanyian dewan jadi panduan 
    Agar rakyat terus dibodohi

    Keadilan tak lagi menyeluruh 
    Yang banyak uang dialah pemenang 
    Maling sandal hukuman tahunan 
    Sang tikus berdasi bebas kesana-kemari 

    Garuda Pancasila tinggalah nama kenangan 
    Tak lagi jadi landasan hidup bernegara
    Tak lagi ada dalam diri penguasa 
    Hanya tinggal nama untuk selamanya

    3. Bumi menangis  

    disaster

    Derita Jelata kian menjerit 
    Badai bencana guncang dunia 
    Misteri merapi lantahkan bumi
    Luapan tsunami ratakan tanah pertiwi

    Disinilah tanah jiwa kami
    Tempat untuk mengais rezeki
    Tempat dimana jelata bertahan 
    Hidup mati diperjuangkan 

    Sementara penguasa semakin menggila 
    Tanah kubur kian tergusur 
    Para elit tersenyum penuh gembira 
    Tanah warisan diperjual belikan dengan canda tawa

    Disini jelata menanti 
    Uluran manis penguasa hati 
    Namun janji sayang tak kunjung datang

    Disini pertiwi menangis pilu 
    Derita bencana dimana-mana 
    Para penguasa lari tak tau rimbanya


    Bagaimana sobat poemers kumpulan puisi tentang kehidupan sosial diatas? Kalau suka kalian jangan lupa bookmark dan subscribe ya. Semoga puisi tentang sosial diatas bisa memberikan makna bagi para pembaca sekalian.

    LihatTutupKomentar